WagonNews, Jakarta – Hong Kong kini sedang diguncang kasus penipuan kripto dengan nilai besar. Sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa seorang wanita menjadi korban dalam transaksi yang melibatkan aset digital Tether (USDT). Kasus ini terjadi di salah satu toko penukaran mata uang di kawasan Mong Kok, salah satu wilayah yang dikenal ramai.
Menurut laporan dari News.bitcoin.com pada Senin (28/10/2024), korban mengklaim telah kehilangan USDT senilai sekitar Rp 188 juta atau 93.000 Dolar Hong Kong. Peristiwa ini dimulai ketika wanita berusia 26 tahun tersebut berkenalan dengan seorang pria secara online, yang mengklaim mampu menukarkan Tether menjadi uang tunai.
Korban kemudian mengikuti petunjuk dari pria tersebut untuk bertemu langsung di sebuah toko yang telah ditentukan. Sesampainya di sana, korban mengirimkan sekitar 12.000 USDT, yang setara dengan lebih dari 93.000 Dolar Hong Kong, ke dompet digital yang diberikan oleh pelaku. Namun, kejahatan ini mulai terungkap ketika pria tersebut meminta korban untuk menunggu di toko hingga rekannya tiba dengan uang tunai.
Setelah dua jam berlalu tanpa tanda-tanda kehadiran rekan pria tersebut, korban merasa curiga. Wanita tersebut segera melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian. Setelah penyelidikan, polisi Hong Kong mengklasifikasikan insiden ini sebagai upaya “memperoleh properti dengan penipuan.”
Kini, divisi kejahatan distrik Mong Kok sedang menyelidiki kasus ini lebih dalam. Mereka juga mencari seorang pria yang diperkirakan berusia sekitar 30 tahun, dengan tubuh kekar, dan tinggi sekitar 1,8 meter. Pria tersebut diyakini sebagai otak di balik penipuan ini.
Dalam keterangannya kepada media lokal, korban menyatakan bahwa dia sudah lama mengikuti akun media sosial dari toko penukaran kripto ini sejak Agustus. Dia awalnya merasa ragu untuk melakukan transaksi, tetapi akhirnya memutuskan untuk mencoba, hanya untuk menyadari bahwa ini adalah penipuan. “Saya pikir, karena ada begitu banyak penipu di luar sana, saya akan berhati-hati. Saya menunggu cukup lama untuk memastikan, namun tetap saja saya tertipu,” ungkapnya.
Korban juga menghubungi akun media sosial yang sebelumnya dia ikuti, dan mengetahui bahwa mereka tidak memiliki afiliasi dengan toko kripto tersebut. Kejadian ini memperlihatkan betapa rumit dan berbahayanya transaksi di dunia digital jika tidak dilakukan dengan kewaspadaan yang cukup.
Kasus Mantan Pengacara California: Skema Ponzi Kripto dengan Nilai Rp 218 Miliar
Sementara itu, kasus penipuan kripto lainnya terungkap di Amerika Serikat. Mantan pengacara dari California, David Kagel, yang kini berusia 86 tahun, telah didenda hampir Rp 218 miliar setelah terbukti menjalankan skema Ponzi berbasis kripto. Dia dijatuhi hukuman percobaan selama lima tahun setelah mengaku bersalah atas tuduhan konspirasi untuk melakukan penipuan komoditas.
Kagel, yang saat ini dirawat di fasilitas lansia di Las Vegas, terlibat dalam skema penipuan yang dimulai sejak Desember 2017 hingga pertengahan 2022. Bersama dua rekannya, Kagel berhasil meyakinkan para korban untuk berinvestasi dalam skema perdagangan bot kripto palsu yang menjanjikan keuntungan tinggi tanpa risiko.
Para korban diperdaya dengan promosi yang menyebutkan bahwa mereka akan mendapatkan pengembalian modal dan keuntungan hingga 100 persen dalam waktu singkat. Salah satu cara Kagel memperdaya para korban adalah dengan menggunakan surat resmi dari firma hukumnya, menciptakan kesan bahwa investasi tersebut sah.
Hasilnya, Kagel dan rekannya berhasil mengumpulkan lebih dari Rp 234 miliar dari para investor. Jaksa menyebutkan bahwa surat-surat resmi yang dibuat oleh Kagel menjadi alat kunci dalam meyakinkan para korban bahwa investasi ini sah.
Manipulasi Pasar dan Penipuan Kripto: Tiga Perusahaan Terlibat
Tak hanya itu, di Amerika Serikat, kasus manipulasi pasar kripto juga menyeret beberapa perusahaan besar. Jaksa penuntut federal di Boston telah mendakwa tiga perusahaan kripto dan 15 orang terkait atas tuduhan manipulasi pasar dan perdagangan palsu.
Perusahaan-perusahaan tersebut, yakni Gotbit, ZM Quant, dan CLS Global, dituduh melakukan praktik “pump and dump,” di mana volume perdagangan token kripto sengaja ditingkatkan secara palsu untuk menaikkan nilainya sebelum dijual dengan harga tinggi. Pada puncaknya, perusahaan terbesar di antara mereka, Saitama, pernah mencapai nilai pasar sebesar USD 7,5 miliar.
Kasus ini juga menyebabkan penangkapan sejumlah orang di luar negeri, termasuk Manpreet Kohli, pimpinan eksekutif Saitama, yang ditangkap di Inggris. Selain itu, beberapa eksekutif lain juga didakwa, termasuk Aleksei Andiunin dari Rusia, yang diduga menggunakan metode “wash trading” untuk memanipulasi pasar token kripto.
Wash trading merupakan tindakan di mana aset keuangan dibeli dan dijual secara bersamaan untuk menciptakan ilusi perdagangan aktif dan menyesatkan investor. Keuntungan besar dari aktivitas ini jelas merugikan para investor yang terlibat.
Penegak hukum di berbagai negara kini mulai semakin waspada terhadap manipulasi pasar dan penipuan di dunia kripto. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa di balik peluang keuntungan besar, terdapat risiko tinggi jika tidak berhati-hati dalam memilih investasi.
Disclaimer: Semua keputusan investasi berada di tangan pembaca. WagonNews tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang mungkin timbul dari keputusan investasi yang diambil. Pelajari dan analisis terlebih dahulu sebelum membeli atau menjual aset kripto.