WagonNews, Jakarta – Dalam kehidupan sehari-hari, mungkin ada saat-saat ketika Anda merasa kurang yakin dengan diri sendiri. Namun, apakah Anda sering merasa seperti ini, bahkan dalam bidang yang sebenarnya Anda kuasai? Apakah Anda juga merasa seperti “penipu” atau berpura-pura, meskipun memiliki banyak prestasi? Jika jawabannya ya, ini mungkin adalah tanda dari fenomena umum yang disebut imposter syndrome.
Istilah ini menggambarkan perasaan cemas dan tidak yakin terhadap diri sendiri, meskipun pencapaian yang Anda miliki sudah jelas terlihat. Gejala imposter syndrome sering kali melibatkan perasaan takut bahwa suatu saat, orang lain akan “menemukan” bahwa Anda sebenarnya tidak sekompeten yang mereka kira. Fenomena ini juga sering dikaitkan dengan perfeksionisme dan aspek sosial.
Meskipun imposter syndrome bukanlah kondisi mental yang dapat didiagnosis secara medis, istilah ini sangat relevan dalam menggambarkan perasaan negatif yang kita alami terhadap prestasi pribadi. Fenomena ini bisa muncul di berbagai konteks—baik di tempat kerja, dalam hubungan, maupun persahabatan—yang pada akhirnya menghambat kita untuk menikmati hasil jerih payah yang sudah kita capai.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Suzanna Imes dan Pauline Rose Clance pada tahun 1970-an. Ironisnya, banyak dari mereka yang mengalami imposter syndrome adalah individu dengan pencapaian yang mengesankan. Meski tidak ada alasan jelas bagi mereka untuk merasa tidak layak, perasaan tersebut tetap menghantui.
Dr. Valerie Young, dalam bukunya “The Secret Thoughts of Successful Women: Why Capable People Suffer from the Imposter Syndrome and How to Thrive in Spite of It” membagi imposter syndrome menjadi lima tipe. Mari kita kenali lebih lanjut, sekaligus memahami cara mengatasinya.
1. The Perfectionist
The Perfectionist atau sang perfeksionis selalu merasa perlu memenuhi standar yang tinggi, bahkan terkadang terlalu tinggi sehingga mustahil dicapai. Imposter syndrome pada tipe ini terkait erat dengan perfeksionisme; sebuah dorongan untuk mencapai kesempurnaan. Akibatnya, perfeksionisme tersebut justru mengurangi produktivitas dan menambah kecemasan kinerja, menjadi penghalang bagi pencapaian.
Orang-orang tipe ini cenderung memiliki kritik diri yang tinggi, kecemasan, dan mudah merasa lelah. Mereka terus mengejar kesempurnaan dan beranggapan bahwa hanya dengan itu, mereka dapat diterima. Namun, dalam banyak kasus, terlalu banyak menunggu segala sesuatu menjadi sempurna bisa membuat seseorang tidak pernah menyelesaikan pekerjaan atau memulai sesuatu.
Tanda-tanda The Perfectionist:
- Terobsesi dengan rincian dan mengatur segala hal dengan sangat detail.
- Sulit mendelegasikan tugas karena takut hasilnya tidak sesuai harapan.
- Tidak pernah puas dengan hasil pekerjaan, selalu merasa ada yang kurang.
- Memiliki standar yang sangat tinggi dan ekspektasi yang mungkin tidak realistis.
- Sangat takut membuat kesalahan.
Cara Mengatasi The Perfectionist: Mengatasi perfeksionisme memerlukan kesadaran diri dan kemauan untuk menerima ketidaksempurnaan. Anda bisa mencoba beberapa hal berikut:
- Evaluasi Realitas: Tantang pikiran perfeksionis Anda dengan analisis manfaat dari energi dan waktu yang dihabiskan untuk mencari kesempurnaan.
- Belajar dari Kegagalan: Pahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan.
- Ruang untuk Ketidaksempurnaan: Berikan diri Anda batas waktu yang wajar dan hargai setiap kemajuan, bukan hanya hasil akhir.
2. The Superhuman
The Superhuman selalu merasa harus melakukan lebih banyak, baik dalam pekerjaan, hubungan, atau kehidupan sosial. Mereka adalah individu yang merasa perlu membuktikan diri melalui produktivitas dan pencapaian yang tak pernah berakhir. Tekanan yang mereka berikan pada diri sendiri begitu besar sehingga mereka merasa harus bekerja lebih keras daripada siapa pun di sekeliling mereka.
Orang tipe ini sering terjebak dalam kebiasaan kerja yang berlebihan, sehingga sulit untuk mengambil waktu untuk diri sendiri. Mereka menganggap istirahat sebagai bentuk kemalasan, dan produktivitas dianggap sebagai ukuran utama nilai diri.
Tanda-tanda The Superhuman:
- Tidak mampu menerima kritik dengan baik, bahkan jika itu membangun.
- Merasa bersalah ketika tidak bekerja, dan merasa tertekan saat beristirahat.
- Memberi tekanan besar pada diri sendiri untuk selalu melakukan yang terbaik.
Cara Mengatasi The Superhuman: Langkah pertama untuk mengatasi tipe ini adalah menyadari bahwa menjadi sempurna di segala bidang tidaklah realistis. Anda perlu memahami bahwa:
- Kesalahan adalah Hal Biasa: Setiap orang mengalami kegagalan, dan itu tidak membuat Anda kurang berharga.
- Mengakui Usaha Pribadi: Alih-alih melihat pencapaian sebagai hasil keberuntungan, akui kerja keras dan ketekunan Anda.
- Waktu untuk Diri Sendiri: Luangkan waktu untuk perawatan diri dan relaksasi, karena produktivitas tidak selalu terkait dengan nilai diri.
3. The Natural Genius
The Natural Genius adalah tipe yang percaya bahwa kesuksesan mereka hanya berasal dari bakat alami. Mereka yakin bahwa jika mereka tidak langsung sukses dalam suatu hal, itu berarti mereka tidak berbakat. Keyakinan ini menimbulkan standar yang sangat tinggi, dan ketika menghadapi tantangan, mereka merasa seperti gagal.
Individu tipe ini sangat kritis terhadap diri sendiri ketika harus belajar atau berusaha lebih keras. Mereka merasa tidak nyaman jika butuh waktu lebih lama untuk menguasai sesuatu, berbeda dengan apa yang mereka alami sebelumnya ketika sukses tampak mudah.
Tanda-tanda The Natural Genius:
- Merasa tidak kompeten ketika menghadapi kemunduran atau kegagalan.
- Kesuksesan di masa lalu datang tanpa banyak usaha, dan sekarang mereka kesulitan menghadapi kegagalan.
- Cenderung melihat kesuksesan sebagai hasil bakat bawaan, bukan hasil dari kerja keras.
Cara Mengatasi The Natural Genius: Menerima bahwa kesuksesan tidak selalu mudah dan membutuhkan usaha adalah langkah pertama. Anda juga bisa mencoba:
- Refleksi Diri: Kenali kekuatan dan kelemahan Anda untuk mendapatkan pandangan yang lebih realistis tentang kemampuan.
- Ubah Pola Pikir: Lihat diri Anda sebagai seseorang yang terus belajar, bukan hanya sebagai orang yang harus selalu sukses.
4. The Soloist
The Soloist atau sang penyendiri merasa bahwa meminta bantuan adalah tanda kelemahan. Mereka percaya bahwa untuk sukses, mereka harus mencapainya sendirian. Akibatnya, tipe ini sering merasa terisolasi dan kewalahan, karena menganggap bantuan dari orang lain tidak diperlukan.
Orang dengan tipe ini cenderung enggan berbagi beban atau mencari dukungan dari orang lain. Mereka mungkin memiliki pandangan bahwa otonomi adalah segalanya, dan mengandalkan orang lain berarti merusak rasa percaya diri mereka.
Tanda-tanda The Soloist:
- Kesulitan meminta bantuan dan merasa tidak kompeten jika melakukannya.
- Cenderung menghindari bekerja dalam tim atau mencari dukungan.
- Memiliki pandangan bahwa hanya mereka yang bertanggung jawab atas kesuksesan mereka sendiri.
Cara Mengatasi The Soloist: Untuk mengatasi kecenderungan tipe ini, penting untuk menyadari bahwa:
- Bantuan adalah Bagian dari Kesuksesan: Meminta bantuan tidak membuat Anda kurang mampu, justru memperkuat kemampuan Anda untuk mencapai tujuan.
- Belajar Mendelegasikan: Mendelegasikan tugas adalah cara yang baik untuk memupuk rasa percaya diri dan memberikan ruang bagi diri sendiri untuk berkembang.
5. The Expert
The Expert selalu merasa harus mengetahui segala hal sebelum mulai bertindak. Mereka tidak pernah merasa cukup siap atau memiliki pengetahuan yang cukup, meskipun memiliki banyak pengalaman atau pencapaian. Tipe ini merasa tidak aman karena menganggap diri mereka belum ahli dalam suatu bidang, meskipun kenyataannya mereka sudah sangat kompeten.
Orang dengan tipe ini cenderung menunda pekerjaan atau takut memulai sesuatu baru karena merasa belum cukup tahu. Mereka selalu merasa bahwa ada lebih banyak yang perlu dipelajari sebelum mereka benar-benar layak.
Tanda-tanda The Expert:
- Enggan memulai suatu proyek karena merasa belum cukup tahu.
- Menganggap diri sendiri belum ahli, meskipun kenyataannya sudah sangat berpengalaman.
- Cenderung terus mencari informasi lebih dan tidak pernah merasa cukup.
Cara Mengatasi The Expert: Menyadari bahwa:
- Belajar Tidak Pernah Berakhir: Tidak ada seorang pun yang benar-benar tahu segalanya. Setiap ahli pun selalu belajar.
- Memulai dengan Apa yang Dimiliki: Jangan biarkan ketakutan tidak tahu segala hal menghalangi langkah Anda. Memulai adalah bagian dari proses pembelajaran itu sendiri.