WagonNews – Singapura dan Tiongkok telah meluncurkan uji coba inovatif yang memungkinkan wisatawan dari kedua negara untuk melakukan transaksi menggunakan mata uang digital bank sentral Tiongkok, yuan digital.
Otoritas Moneter Singapura (MAS) telah mengumumkan serangkaian inisiatif baru di bidang keuangan digital dan pasar modal, yang memperkuat kerja sama dengan Tiongkok. Salah satu inisiatif utamanya adalah uji coba lintas batas penggunaan e-CNY antara Tiongkok dan Singapura. MAS menjelaskan bahwa pihaknya telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU) dengan Institut Mata Uang Digital People’s Bank of China (PBCDCI) pada tahun 2020, menandai komitmen mereka dalam memperkuat kerja sama di sektor keuangan digital.
“MAS dan PBCDCI sedang memulai uji coba yang memungkinkan wisatawan dari kedua negara untuk menggunakan e-CNY selama berwisata di Singapura dan Tiongkok. Langkah ini akan memudahkan wisatawan dalam melakukan transaksi saat bepergian ke luar negeri,” bunyi pengumuman tersebut, yang dikutip dari Bitcoin.com.
Tiongkok memang telah berada di garis depan dalam pengembangan mata uang digital bank sentral (CBDC), dengan proyek e-CNY yang terus berkembang. Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) telah memperluas jangkauan program percontohan ini hingga mencakup 26 wilayah di seluruh Tiongkok.
Pada bulan Juli, Gubernur PBOC Yi Gang mengungkapkan bahwa transaksi menggunakan yuan digital telah mencapai USD 250 miliar atau setara Rp 3.893 triliun hingga akhir Juni lalu.
Di sisi lain, Bank Standard Chartered telah memulai layanan pertukaran yuan digital di Tiongkok sejak November. Selain itu, Bank Sentral Tiongkok dan Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) telah melangkah ke fase kedua dalam integrasi yuan digital untuk pembayaran lintas batas di Hong Kong.
China Perketat Pengawasan Terhadap Kripto untuk Cegah Pencucian Uang
Sebelumnya, China telah memperketat pengawasan terhadap penggunaan aset virtual seperti kripto dalam aktivitas pencucian uang. Hal ini diungkapkan oleh Mahkamah Rakyat Agung, pengadilan tertinggi di negara tersebut. Menurut para ahli hukum, langkah ini berpotensi meningkatkan risiko hukum bagi perdagangan mata uang kripto di China.
Dalam interpretasi hukum terbaru yang diterbitkan oleh Mahkamah Rakyat Agung, disebutkan bahwa penggunaan aset virtual untuk mentransfer atau mengonversi hasil kejahatan dianggap sebagai metode pencucian uang yang melanggar hukum pidana.
Shao Shiwei, seorang pengacara di Firma Hukum Mankun di Shanghai, menyatakan bahwa keputusan ini akan membuat perdagangan USDT menjadi lebih sulit, dan meningkatkan risiko hukum bagi individu yang terlibat dalam perdagangan mata uang kripto.
Menurut Shao, jika seorang investor terlibat dalam transaksi yang terkait dengan hasil kegiatan kriminal, mereka dapat dikenai tuntutan sebagai tersangka dalam kasus pencucian uang.
Donald Trump Siap Tantang China untuk Dominasi Sektor Kripto
Dalam perkembangan lain, calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, menyatakan dalam sebuah konferensi bitcoin bahwa Amerika Serikat harus memimpin dalam sektor kripto, atau China yang akan melakukannya.
Berbicara di konvensi Bitcoin 2024 di Nashville, Trump menyatakan dirinya sebagai pendukung mata uang kripto, dengan tujuan menjadikan Amerika Serikat sebagai pemimpin dunia dalam industri ini. Trump mengkritik upaya Demokrat yang ingin mengatur sektor kripto secara lebih ketat dan menekankan pentingnya bagi AS untuk menerima teknologi ini sebelum didominasi oleh China.
Trump juga menyatakan niatnya untuk membentuk dewan penasihat presiden khusus kripto dan menciptakan cadangan nasional bitcoin dengan menggunakan mata uang kripto yang telah disita oleh pemerintah AS dalam berbagai tindakan penegakan hukum.
“Simpan bitcoin Anda. Jika saya terpilih, Amerika Serikat akan mempertahankan 100% dari semua bitcoin yang dimiliki atau diperoleh pemerintah,” katanya.
Selain itu, Trump mendorong perluasan penambangan bitcoin oleh perusahaan-perusahaan AS, meskipun sebelumnya pada tahun 2021 ia menyebut kripto sebagai bentuk penipuan.