Departemen Keuangan Amerika Serikat telah mengambil langkah tegas dengan memberikan sanksi kepada pengusaha asal Kamboja terkait kasus penipuan siber dan kripto. Langkah ini termasuk pembekuan bisnis dan aset yang ada di AS.
Pengusaha yang dimaksud adalah Ly Yong Phat, seorang konglomerat dari L.Y.P. Group, bersama beberapa propertinya, seperti O-Smach Resort. Ly Yong Phat terlibat dalam tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, khususnya terkait perdagangan manusia dan kerja paksa yang berhubungan dengan skema penipuan daring di bidang kripto.
Menurut Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri (OFAC), banyak penipuan yang melibatkan bisnis Ly tersebut menggunakan modus manipulasi korban untuk berinvestasi dalam mata uang digital atau skema valuta asing dengan janji-janji palsu.
“Dalam banyak kasus, mereka mencoba meyakinkan korban untuk berinvestasi dalam mata uang digital atau skema valuta asing dengan tujuan menipu agar kehilangan uang mereka. Penipuan ini umumnya dilakukan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Asia Tenggara,” ungkap Departemen Keuangan AS seperti yang dilaporkan oleh Bitcoin.com pada Minggu (15/9/2024).
Sanksi ini tidak hanya membekukan semua aset Ly dan bisnisnya di AS, tetapi juga melarang warga AS untuk bertransaksi dengan entitas tersebut. Ini termasuk transaksi yang melibatkan mata uang kripto, dana, atau layanan terkait.
Langkah ini sesuai dengan Perintah Eksekutif 13818, yang merupakan bagian dari Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global. Tujuan dari aturan ini adalah untuk menanggulangi pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi berat, terutama yang berhubungan dengan mata uang digital dan skema investasi penipuan.
Pusat Pengaduan Kejahatan Internet FBI melaporkan adanya lonjakan signifikan dalam kerugian terkait penipuan investasi mata uang kripto, meningkat 53% dari USD 2,57 miliar pada tahun 2022 menjadi USD 3,96 miliar pada tahun 2023.
“Tindakan hari ini menegaskan komitmen kami untuk menuntut pertanggungjawaban terhadap mereka yang terlibat dalam perdagangan manusia dan pelanggaran lain,” ujar Bradley T. Smith, Pelaksana Tugas Wakil Menteri untuk Terorisme dan Intelijen Keuangan.
Pelaku yang beroperasi di Asia Tenggara memaksa korban, termasuk pekerja yang diperdagangkan di O-Smach Resort, untuk terlibat dalam penipuan dunia maya ini. Laporan Perdagangan Orang (TIP) yang dirilis pada 2024 mengungkapkan praktik kerja paksa, di mana korban seringkali dijual kembali atau menjadi sasaran kekerasan fisik dan mental.